Kamis pagi hari WIB (22-5-2025), bakal ada satu team dari rangking ke-16 atau ke-17 klassemen Premier League yang duduk di atas meja beberapa elite Eropa—mereka akan raih tiket Liga Champions sekalian mengusung piala Liga Europa di Bilbao.

Musim lokal Tottenham Hotspur dan Manchester United (MU) memanglah tidak bisa disebutkan sukses. Bahkan juga, bila disebutkan “menyebalkan” atau “jelek”, itu mungkin tetap terlampau enteng.

Tetapi, yang terang, baik team bimbingan Ange Postecoglou atau Ruben Amorim patut ada di final sesudah singkirkan team-team seperti Eintracht Frankfurt dan Athletic Bilbao—prestasi yang tidak dapat dilihat mata sebelah.

Baik Tottenham atau MU sama memerlukan piala ini. Tidak cuma untuk akhiri musim dengan kepala tegak, tapi juga untuk menahan olokan yang kemungkinan menunggu beberapa simpatisan mereka—baik di dalam kantor atau di kursi sekolah.

Tetapi, pertanyaannya: siapa lebih memerlukannya?

Kenapa Tottenham Lebih Perlu Gelar Liga Europa Dibandingkan MU
Dua kata: paceklik piala.

Terakhir kali Tottenham mengusung piala (selain kompetisi pramusim seperti Audi Cup), lagu Mercy dari Duffy ada di pucuk tangga lagu Inggris, Robbie Keane dan Dimitar Berbatov tetap menjadi duet maut, dan Jonathan Woodgate membayar kiprah horornya di Real Madrid dengan gol kemenangan di final Piala Liga 2007/08.

Sebagai pengingat: saat itu, Mikey Moore, Ethan Nwaneri, dan Lamine Yamal bahkan juga belum rayakan ulang tahun pertama mereka.

Sepanjang 17 tahun tanpa gelar, Spurs harus melihat pesaing sekota mereka, Arsenal, mengumpulkan banyak piala Piala FA dan menyaksikan lima team berlainan memenangkan Premier League.

Tottenham hampir juara di Liga Champions dan final Carabao Cup, tapi masih tetap pulang dengan tangan kosong.

Tottenham jika Menang
Tetapi, di bawah Postecoglou—yang dikenali kerap tampil kuat pada musim ke-2 nya—Spurs memperlihatkan keinginan. Bila dia dapat memenuhi claim beraninya masalah “membawa pulang piala”, perkataan Giorgio Chiellini yang populer itu, “It’s the history of Tottenham”, dapat dikesampingkan—setidaknya sesaat.

Secara tim, ketidakberhasilan mengambil gelar mungkin tidak akan berpengaruh besar. Sebagian besar pemain terlihat setia pada project yang dibuat Postecoglou . Maka, bahkan juga bila mereka tidak berhasil maju ke Liga Champions, tidak berarti bakal ada evakuasi besar.

Masa datang si pelatih mungkin telah ditetapkan, apa pun itu hasil di Bilbao. Tapi, bila dia sukses memberi gelar, dia akan diingat oleh penggemar sebagai figur yang akhiri zaman panjang tanpa piala di London Utara.

Kenapa MU Lebih Perlu Gelar Liga Europa Dibandingkan Tottenham
Tiga kata: uang, uang, uang.

Simpatisan MU tidak harus mengeruk terlampau jauh ke masa silam untuk ingat peristiwa saat teamnya mengusung piala terakhir—baru dua tahun kemarin. Tapi, menyaksikan cara penghematan berlebihan yang sudah dilakukan Sir Jim Ratcliffe, nampaknya keadaan keuangan club lagi ada di tingkat kritis.

Berita jika keluarga Glazer akan melepaskan kontrol penuh atau beberapa dari club sempat jadi berita bahagia, tapi harapan penggemar mulai sirna sesudah menyaksikan perform team masih tetap jelek dan beberapa ratus pegawai dihentikan.

Bahkan juga, rasio kemenangan Amorim di Premier League selama ini masih lebih rendah dibandingkan Paul Jewell—manajer yang pimpin Derby County saat menulis musim terjelek dalam sejarah Premier League 2007/08.

Menurut BBC Sport, kemenangan di Liga Europa dapat memberikan tambahan modal sampai 54,empat juta paun (sekitaran Rp1,2 triliun), apabila ditambahkan kekuatan penghasilan dari babak group Liga Champions, angka itu dapat bertambah mencolok.

MU jika Kalah…
Bila MU kalah dan finish di papan bawah liga, tanpa style bermain yang terang dan kembali harus mengeluarkan pelatoh, itu akan menjadi resep prima untuk musibah. Mereka tidak tetap bayar ganti rugi mahal untuk pelatih seperti Erik ten Hag dan staff-nya.

Memang, mereka bisa belanjakan lebih dari 60 juta paun untuk datangkan Matheus Cunha, dan masih mempunyai daya pikat buat mengambil pemain berkualitas. Tapi, gelar Liga Europa dapat menjadi sumber dana langsung untuk tutup ongkos transfer seperti itu.

Sebagai catatan tambahan, bila tidak berhasil menang, MU akan mencatatkan rekor jelek: tujuh laga berurut tidak ada kemenangan menantang Tottenham, yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Namun, pada akhirannya, keadaan keuangan MU mungkin tetap sembuh. Sejumlah pemain veteran berpenghasilan tinggi akan dilepaskan, dan Ratcliffe tidak akan memberikan lampu hijau untuk transfer mahal seperti Antony atau Pogba. Minimal, Cunha tambah murah dan telah terbukti di Premier League.

Maka Siapakah yang Lebih Perlu?
Bila menyaksikan dari segi sejarah dan kelaparan akan piala, Tottenham punyai urgensi semakin lebih besar. Mereka mungkin tidak memperoleh kesempatan sebagus ini untuk mengusung piala Eropa—meskipun, cuma di kelas ke-2 .

Sementara MU memang punyai penekanan keuangan dan harapan besar, tapi untuk Tottenham, piala Liga Europa dapat menjadi peristiwa yang tentukan arah club ini untuk satu dasawarsa di depan.