Bukan hanya seorang Shin Tae-yong sebagai faksi yang mendapatkan sorotan atas tidak berhasilnya prestasi Timnas Indonesia pada gelaran Piala AFF 2024.
Perjalanan Timnas Indonesia di Piala AFF 2024 pada akhirnya berhenti cuma dalam empat laga. Ya, team Merah-Putih ditegaskan luruh di babak group.
Timnas Indonesia tidak berhasil melesat jauh di Piala AFF 2024 selesai kalah 0-1 dari Filipina pada pertandingan paling akhir Group B di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (21/12/2024) malam WIB.
Gol tunggal Filipina bersarang ke gawang Timnas Indonesia lewat eksekusi penalti Bjorn Kristensen di menit ke-63. Kekalahan ini memaksakan tim Garuda harus berhenti jalannya.
Pasukan Shin Tae-yong finish pada posisi ke-3 klassemen akhir Group B Piala AFF 2024 dengan nilai 4. Ticket semi-final dari group ini didapatkan oleh Vietnam (nilai 10) dan Filipina (nilai 6).
Ketidakberhasilan ini mengulang aksi Timnas Indonesia saat dilatih Bima Sakti pada Piala AFF edisi 2018 yang saat itu tidak berhasil ke semi-final sesudah finish di rangking ke-4 babak group.
Team Lain Berkembang
Banyak komentar netizen inginkan supaya Shin Tae-yong dikeluarkan. Tetapi hal itu dipandang tidak adil, saat kekeliruan diperuntukkan cuma ke si pelatih saja.
Pemerhati sepak bola nasional, Aris Budi Sulistyo memandang, jika pelajaran atas jeleknya prestasi di Piala AFF 2024 wajib menjadi pelajaran untuk beberapa pemain dan pengurus di PSSI.
“Ini pelajaran bukan hanya untuk pelatih saja, tetapi semua komponen, termasuk pemain sampai ke pengurus,” katanya ke Bola.com, Selasa (23/12/2024).
“Harus belajar jika team-team musuh itu juga berkembang agar dapat menaklukkan Timnas Indonesia,” sambungnya.
Gampang Kepancing Emosi
Aris Budi Sulistyo menyaksikan jika beberapa team musuh dapat manfaatkan keadaan tim Timnas Indonesia yang banyak ditempati pemain muda. Untuk contoh saat gampangnya pemain yang kepancing emosi musuh.
Kartu merah yang didapatkan Marselino Ferdinan saat menantang Laos dan Muhammad Ferarri saat berjumpa Filipina, menjadi bukti gampangnya pemain muda di Timnas Indonesia kepancing emosi.
“Permainan kita bisa diterka musuh. Misalnya saat gampangnya kita kepancing emosi dan berbuntut kartu merah,” lanjut pria yang dulu pernah menjadi musuh Shin Tae-yong pada sebuah laga di Liga Champions Asia.
“Lantas gol musuh yang dapat terjadi karena mungkin pemain kita tidak sabar, tergesa-gesa, emosi yang tidak dapat ditahan. Benar-benar sayang ada peristiwa-kejadian itu,” sambungnya.
Belajar dari Pemain Turunan
Aris Budi menambah, beberapa pemain lokal Indonesia perlu belajar dari beberapa pemain turunan yang terdapat di Timnas Indonesia senior.
Dimulai dari Maarten Paes, Jay Idzes, Calvin Verdonk, Thom Haye, sampai Ragnar Oratmangoen. Beberapa pemain itu dia mengaku punyai kedewasaan dan ketenangan di lapangan.
“Menjadi bahan penilaian, bukan hanya atas ketidakberhasilan di Piala AFF ini kali. Jujur beberapa pemain harus belajar banyak dari beberapa pemain turunan yang telah memperlihatkan ketenangan. Bukan mempersalahkan, tetapi satu kali lagi ini menjadi pelajaran,” jelasnya.